Tuesday, December 26, 2017
Pesan Terakhir Bambang Kepada Marsiti
Pilih saja diantara mereka...
Parmin, prajurit dua angkatan laut...
Walau sering ditinggal- tinggal, kebugaraannya biasa membuatmu kalut.
Om Danu, petinggi jawatan negara...
Selama istrinya tidak tahu, kebutuhan dan isi dompetmu tak pernah merana.
Atau Mas Singgih, kakak sepupuku, dia pendiam dan sejak kecil ingin bersamamu...
Aku? Tidak bisa Marsiti...
Bakal makan apa engkau nanti, bercinta saja tdk akan mengenyangkan..
Lagian, masih adakah variasi yg belum kita lakukan?
Marsitiku sayang
Marsitiku malang
Di sini, di dalam gubuk reyot pinggiran got
diterangi redup lampu petruk
Ingin ku ceritakan tentang mimpi-mimpi yang telah lapuk
Lapuk dimakan kutu-kutu busuk
Tidak marsiti...
Tentu semua ini hanya drama belaka
Cerita yang terus berulang dan tak pernah usang
Menjadi dongeng tidur di kota-kota yang kesepian
Dan teruslah menari...
Di atas tungku kehidupan yang dingin membeku
Di antara desingan mata peluru nasib yang getir
Di bawah sorot sinar mata nyalang menusuk benci
Diiringi musik lolongan serigala-serigala liar berjubah manusia
Semua bertepuk tangan
Semua tertawa
Atas cerita hidup yang jenaka
Marsiti, asmara kita seperti pantai, indah..namun memisahkan laut dan daratan
Biarkan aku sendiri,
Berpagut dengan sepi, melumat bayangmu yg tak mau pergi.
Lila Ennoe, 26122017.
Lukisan diambil dari https://pixabay.com/en/users/Azodariana-6772107/?tab=popular
Hari apa hari ini?
Matahari pagi ini memeluk bumi penuh hangat
Hangatnya menyusup hingga ke kuku-kuku gedung bertingkat
Memantulkan sinar yang menuntun pada damba tak bersyarat
Menyepuh sabda pada doa-doa yang terangkat
Hari apa hari ini?
Bunga-bunga di taman hatiku mengelopak lebih indah
Aku petik setangkai untukmu
kuseduh bersama dengan manis perjumpaan yang lalu
Lalu kusuguhkan bersama sejumput mimpi tentangmu
Di bibir perjumpaan kita di suatu waktu
Hari apa hari ini?
Tirai-tirai langit saat ini cerah membuka tabir mimpi
Hawa rindu menyusup lewat celah jendela yang tertutup rapat tetapi banyak lubang di sana-sini
Dari balik kaca jendela aku menatap matamu
Dari kejauhan aku menghirup napasmu
Tanpa menyentuhmu aku telah menciummu
Di ambang pintu yang selalu terbuka aku berbisik
"Dalam jarak yang rahasia, kamu tersimpan dalam sajak-sajak sunyi"
Hari apa hari ini?
Detik-detik di penghujung akhir bulan Desember
Bulan basah yang tidak selalu basah
Dalam keheningan yang menyusup memoriku
Kenanganmu menyelinap di balik punggung pengharapanku
Lalu mengecup hangat leher ingatanku
Aaah....aku ingat sekarang hari ini hari apa.
Hari ini adalah hari aku mengingatmu, tuan.
Lila Saraswaty
Cibubur, 26 Desember 2017
Notes:
Lukisan diambil dari Google Image dan saya tidak tahu nama pelukis aslinya
Friday, December 22, 2017
Di Antara Mas Nug dan Mas Nu
Jakarta pagi ini basah, sama seperti kemarin
Mentari malu-malu mengintip dari balik awan
Sebentar redup sebentar terang
Dan kejutan itu datang
Aku duduk diantara Mas Nug dan Mas Nu
Perbincangan diantara mereka pun terjadi;
Bercinta, berkata, bercanda
Sastra, puisi, cerpen, peta
Balaghati, ma'ani, indah, bermakna
Topeng, pencitraan, korupsi, jabatan, ambisi
kandang sapi, kutang, Marsiti
Saya termangu menyaksikan percikan-percikan api perbincangan antara mas Nug dan mas Nu
Saya pun hanya bisa angguk-angguk setuju
Geleng-geleng kagum terpaku
Tengok kanan angguk-angguk
Lalu geleng-geleng
Tengok kiri angguk-angguk
Lanjut geleng-geleng
Angguk-angguk
Geleng-geleng
Geleng
Angguk
Angguk
Geleng
Ahaiiiiiii....
Guk-Leng
Hujan datang menyapa kami
Kami terperanjat waktu cepat berlari
Kami pun berpisah untuk menanti
Perjumpaan di lain hari
Dalam kesendirian aku geleng-geleng
Akhirnya sukses menjadi mak comblang
Antara Mas Nug dan Mas Nu
Lila Saraswaty
Cibubur, 21 Desember 2017
Jakarta pagi ini basah, sama seperti kemarin
Mentari malu-malu mengintip dari balik awan
Sebentar redup sebentar terang
Dan kejutan itu datang
Aku duduk diantara Mas Nug dan Mas Nu
Perbincangan diantara mereka pun terjadi;
Bercinta, berkata, bercanda
Sastra, puisi, cerpen, peta
Balaghati, ma'ani, indah, bermakna
Topeng, pencitraan, korupsi, jabatan, ambisi
kandang sapi, kutang, Marsiti
Saya termangu menyaksikan percikan-percikan api perbincangan antara mas Nug dan mas Nu
Saya pun hanya bisa angguk-angguk setuju
Geleng-geleng kagum terpaku
Tengok kanan angguk-angguk
Lalu geleng-geleng
Tengok kiri angguk-angguk
Lanjut geleng-geleng
Angguk-angguk
Geleng-geleng
Geleng
Angguk
Angguk
Geleng
Ahaiiiiiii....
Guk-Leng
Hujan datang menyapa kami
Kami terperanjat waktu cepat berlari
Kami pun berpisah untuk menanti
Perjumpaan di lain hari
Dalam kesendirian aku geleng-geleng
Akhirnya sukses menjadi mak comblang
Antara Mas Nug dan Mas Nu
Lila Saraswaty
Cibubur, 21 Desember 2017
Sajak Untukmu Ibu
Tak ada yang lebih tulus dari kasih suci Ibu
Tak ada yang lebih bemakna dari setitik air mata Ibu
Tak ada yang lebih tabah dari hati seorang Ibu
Tak ada yang lebih mencintai dari cintanya seorang Ibu
Dibiarkannya darah mengalir saat anakmu lahir
Dibiarkannya air mata berderai saat anakmu lalai
Dibiarkannya tubuhmu mendera asalkan anakmu gembira
Dibiarkannya hatimu tersayat asalkan anakmu sehat
Ibu
Aku telah banyak berdosa padamu
Dapatkah ku balas semua kasihmu
Yang laksana bintang di langit
Yang laksana butiran pasir di pantai
Yang telah bertarung dengan nyawa saat melahirkanku
Ibu
Aku tahu kasih sayang yang kuberikan kepadamu
Tak akan dapat menggantikan semua lelahmu
Tak akan mengganti semua keringat dan air matamu
Tak akan sebanding dengan kasih sayangmu kepadaku
Ibu
Aku menyangimu...
Lila Saraswaty
Kalibata, 22 Januari 2017
Tuesday, December 19, 2017
Melukismu Dalam Puisi
Bagaimana aku melukiskan perjumpaan kita siang itu
Indah selebihnya adalah bahagia
Perjumpaan yang melambungkan getar renjana
Perjumpaan yang menyekat tatapan mata
Perjumpaan yang menuntaskan dendam kerinduan
Perjumpaan yang nyata telah menyisakan lebam kenangan di sekujur ingatan
Bagaimana aku melukiskanmu siang itu
Hangat selebihnya adalah damba
Dengan tinta jingga senja
Aku torehkan renyah tawamu
Kehangatan tutur sapamu
Dengan tinta biru lautan samudera
Aku lukiskan bola matamu
Mata yang menyejukkan dan menenangkan
Dengan tinta merah bara
Aku lukiskan rindumu padaku yang membara
Siang itu
Semua warna-warni rasa menyatu
Utuh dalam sapuan kerlingan dua pasang mata
Bersemi dalam tawa yang merekah
Terlukis indah di lengkungan kanvas semesta
Lila Saraswaty
Kalibata, 20 Desember 2017
Monday, December 18, 2017
Bidadari Hidupku
Bidadariku
Engkaulah kekasih hatiku
Muara cintaku
Belahan jiwaku
Pelipur laraku
Dengan KeridhoanNya
Dengan menyebut namaNya
Diarak mega-mega
di bawah langitNya
Ditaburi bunga-bunga doa
Aku persunting dirimu untuk menjadi bidadari hidupku
Menjadi bunga yang menghiasi hariku
Lalu ku ikat dalam sebuah janji suci
Kan ku jaga selalu hatimu
Kan ku jaga selalu cintamu
Kan ku jaga selalu kesetiaanmu
Hingga hayatku di akhir waktu
Bidadariku
Engkau adakan perempuan mulia
Embun penyejuk jiwaku
Tulang rusuk yang melengkapi hidupku
Berdua kita bangun biduk rumah tangga bersama
Arungi lautan bahtera dengan cinta
Diterangi kasih dan sayang yang terus menyala
Berpijak pada asa bersama yang selalu terjaga
Dibukukan dalam sebuah keabadian cinta
Bidadariku
Engkau adalah anugerah terindah
Setiap detik yang akan kita lalui bersama akan berharga dan bermakna
Melekang indah pada semesta
Dan tetaplah kita menautkan hati
Baik dalam suka maupun duka
Karena aku dan kamu maka kita tercipta
Karena kamu adalah bahagiaku
Karena kamu adalah istriku
Bidadari hidupku
Lila Saraswaty
Jakarta, 19 Desember 2017
Notes:
Puisi ini kupersembahkan untuk menepati janjiku kepada sesorang teman. Tantangan buatku adalah aku harus berimajinasi menjelma menjadi mempelai laki-laki untuk menyelami setiap diksi sehingga menjadi untaian larik-larik puisi.
Tuesday, December 12, 2017
Genangan Kenangan
Hujan mendera ponggah menghunjam bumi
Hingga senja dibuat pucat pasi
Dalam hujan nyata kupinang sepi
Agar bisa kunikmati derai keindahannya dalam sunyi
Hujan kian menderas
Pikiranku buncah berkelana
Lalu angan melesat terbang kembali pada ingatan tentangmu
Kembali ke masa itu
Kala itu
Waktu itu
Di suatu hari
Di sudut kota
Hujan yang sama
Langit yang sama
Mata yang sama
Hati yang sama
Kita sepayung berdua membelah hujan
Derai tawa dan bahagia menyelimuti kita berdua saat itu
Aahh...kenangan kembali merangkulku basah
Hujan mulai mereda
Tetapi tidak rinduku
Rinduku terus menderas
Tak pernah surut
Membanjiri ruang ingatan
Berderai tak berkesudahan
Hujan telah berhenti
Lalu kututup payungku
Begitu juga kenangan tentangmu
Rapi kulipat dan kusimpan jejakmu dalam hujan
Entah sampai kapan
Lila Saraswaty
Stasiun Pondok Cina, 12 Desember 2017
Hujan mendera ponggah menghunjam bumi
Hingga senja dibuat pucat pasi
Dalam hujan nyata kupinang sepi
Agar bisa kunikmati derai keindahannya dalam sunyi
Hujan kian menderas
Pikiranku buncah berkelana
Lalu angan melesat terbang kembali pada ingatan tentangmu
Kembali ke masa itu
Kala itu
Waktu itu
Di suatu hari
Di sudut kota
Hujan yang sama
Langit yang sama
Mata yang sama
Hati yang sama
Kita sepayung berdua membelah hujan
Derai tawa dan bahagia menyelimuti kita berdua saat itu
Aahh...kenangan kembali merangkulku basah
Hujan mulai mereda
Tetapi tidak rinduku
Rinduku terus menderas
Tak pernah surut
Membanjiri ruang ingatan
Berderai tak berkesudahan
Hujan telah berhenti
Lalu kututup payungku
Begitu juga kenangan tentangmu
Rapi kulipat dan kusimpan jejakmu dalam hujan
Entah sampai kapan
Lila Saraswaty
Stasiun Pondok Cina, 12 Desember 2017
Monday, December 11, 2017
Mati Saja Kau Korupsi!
Indonesiaku
Di langitmu impian kami digantungkan
Di bumimu cita-cita kami dijejakkan
Di semestamu harapan kami diterbangkan
Kami adalah putra putri bangsa yang mengabdi untuk negeri ini
Kami adalah napas kehidupan bangsa ini
Di pundak kami amanah telah terpatri
Tidak akan kami khianati
Karena kami cinta negeri ini
Wahai kawan
Berteriaklah sekuat tenaga
Katakan pada semesta
Kita adalah abdi pertiwi yang siap menjaga negeri ini
Dari tangan-tangan kotor Koruptor
Manusia bengis berhati kotor
Jangan kau nodai ibu pertiwiku
Enyahlah kau dari muka bumi ini!
Mati saja kau korupsi!
Wahai kawan
Rapatkan barisanmu
Busungkan dadamu
Tegakkan tubuhmu
bersatu padu kita lawan korupsi
Bersama-sama kita cegah korupsi
Mulai dari diri sendiri
Mulai saat ini
Demi tanah air ibu pertiwi
Demi Indonesia jaya sakti
Lila Saraswaty
Kalibata, 7 Desember 2017
HARI INI SEMESTA TERSENYUM
Pada lipatan pagi
Pada sinaran mentari
Untukmu ku persembahkan puisi ini
Untuk pemilik hati yang selalu ada di hati kami
Untuk pemilik senyum yang terlukis indah di sanubari kami
Untuk pemilik jiwa yang sangat kami kagumi
Hari ini semesta tersenyum
Hari yang dinanti
Hari yang ditunggu
Hari yang istimewa
Lewat arakan awan
Lewat hembusan angin
Untukmu lantunan doa ini tersaji
Semoga kebahagiaan senantiasa menyertai
Cita dan asa akan selalu tergapai
Untukmu semesta hari ini tersenyum damai
Lila Saraswaty
Kalibata, 7 Desember 2017
Photo by Raindra Prakarsa
Puisi ini ku persembahkan untuk Kepala Kantorku Bapak Rizaldi, Kepala KPP PMA 4 yang pada tanggal 7 Desember 2017 berulang tahun
Cintaku Bersemi di Kandang Sapi
"Aku tunggu kamu di kandang sapi belakang rumahku, sekarang!"
Pesan yang masuk ke gawaiku siang itu
Tanpa basa-basi aku melesat bak peluru
kakiku gesit melangkah ke tempat yang dituju
tidak peduli meskipun aku masih mengenakan seragam abu-abu
Dia bernama Marsiti
Gadisku yang menggetarkan hati
Gadis yang berjarak lima tahun lebih tua dariku tetapi bagiku itu tak berarti
Gadis lugu yang selalu berkata apa adanya tanpa partisi
Gadis yang mampu menelanjangi rahasia terdalamku tanpa permisi
Duh, gadisku Marsiti
Sepanjang perjalanan jantungku berdegup kencang seperti genderang perang
lesung pipi dan gigi kelinci milikmu selalu terbayang-bayang
aduhaiiii...
menggemaskan sekali...
Duh, gadisku Marsiti
Bersamamu cintaku bersemi
gelora mudaku melesat tak terkendali
Gadis yang mampu mengubah kandang sapi menjadi kamar surgawi yang mewangi
Ah...biarlah
Aku nikmati saja semua dalam sunyi
Lalu terbangkan angan berkelana sejauh angin berlari
Duh, gadisku Marsiti
Begitu berselera aku menyantap rindu yang kau hidangkan
Siang-siang aku sudah dibuat melayang
Kamu telah melumat rasaku tanpa kendali
Jika begini aku bisa mati terkapar
Terbujur kaku bersama sesal yang menggelepar
Duh, gadisku Marsiti
Kapan lagi kita bertemu di kandang sapi?
Lila Saraswaty
Kalibata, 6 Desember 2017
Foto By: Rarindra Prakarsa
Monday, December 4, 2017
Jangkar Hati
Aku siapa?
Aku adalah kegelapan yang memujamu
Kegelapan yang membutakanmu
Aku siapa?
Aku jangkar hati yang menenggelamkanmu
Lalu menyeretmu hingga ke dasar lautan beku
Hai...Siapa kamu?
Aku ingin mengenalmu
Mengenal dirimu lewat jemariku
Aku ingin meraba jiwamu
Menyusuri setiap lekuk hatimu
Tetapi rasanya aku tak mampu
Tanganku sulit menjangkaumu
Karena setiap kali aku ingin meraihmu
Hati dan pikiranmu berlari lari entah kemana
Seperti letupan kembang api yang berpendar ke segala arah di angkasa
Aku memujamu
Aku mencintaimu
Berharap dapat melihatmu sekarang
Meski hanya sekedar impian gersang
Berartikah diriku?
Entahlah...
Cinta?
Aku meragukannya...
Lila Saraswaty
Cibubur, 17 Juni 2015
Aku siapa?
Aku adalah kegelapan yang memujamu
Kegelapan yang membutakanmu
Aku siapa?
Aku jangkar hati yang menenggelamkanmu
Lalu menyeretmu hingga ke dasar lautan beku
Hai...Siapa kamu?
Aku ingin mengenalmu
Mengenal dirimu lewat jemariku
Aku ingin meraba jiwamu
Menyusuri setiap lekuk hatimu
Tetapi rasanya aku tak mampu
Tanganku sulit menjangkaumu
Karena setiap kali aku ingin meraihmu
Hati dan pikiranmu berlari lari entah kemana
Seperti letupan kembang api yang berpendar ke segala arah di angkasa
Aku memujamu
Aku mencintaimu
Berharap dapat melihatmu sekarang
Meski hanya sekedar impian gersang
Berartikah diriku?
Entahlah...
Cinta?
Aku meragukannya...
Lila Saraswaty
Cibubur, 17 Juni 2015
Sunday, December 3, 2017
Semesta Cinta
Mungkin aku hanyalah bintang kecil di semestamu
Bintang kecil yang pernah hadir menyinari hari-harimu
Menghiasi ruang gelapmu
Mencoba bersinar diantara bintang-bintang yang sinarnya lebih benderang yang menghiasi setiap ruangmu
Kesunyian tak akan menghampirimu walaupun bintang kecil ini tak ada lagi
Gulita tak akan menyelimuti semestamu walaupun bintang kecil ini tak bersinar lagi
Tahukah cinta
Tak ingin rasa ini menjerat dan mengikatmu erat
Rasaku kepadamu tak pernah berubah.
Sampai hari ini, waktu ini, menit ini, detik ini
Aku masih menghirup nafas kasihmu
Bayanganmu masih mengisi setiap ruang pikiranku
Bak goresan cat dalam sebuah kanvas
Goresan dan warnamu sangat nyata menggores kanvas kehidupanku
Tak kan terganti
Entah sampai kapan
Lila Saraswaty
Cibubur, 18 Juli 2015
Mungkin aku hanyalah bintang kecil di semestamu
Bintang kecil yang pernah hadir menyinari hari-harimu
Menghiasi ruang gelapmu
Mencoba bersinar diantara bintang-bintang yang sinarnya lebih benderang yang menghiasi setiap ruangmu
Kesunyian tak akan menghampirimu walaupun bintang kecil ini tak ada lagi
Gulita tak akan menyelimuti semestamu walaupun bintang kecil ini tak bersinar lagi
Tahukah cinta
Tak ingin rasa ini menjerat dan mengikatmu erat
Rasaku kepadamu tak pernah berubah.
Sampai hari ini, waktu ini, menit ini, detik ini
Aku masih menghirup nafas kasihmu
Bayanganmu masih mengisi setiap ruang pikiranku
Bak goresan cat dalam sebuah kanvas
Goresan dan warnamu sangat nyata menggores kanvas kehidupanku
Tak kan terganti
Entah sampai kapan
Lila Saraswaty
Cibubur, 18 Juli 2015
Kepada Embun
Embun...
Jauh di sini aku selalu merindukan
Indah pesonamu menggugat rinduku
Wajahmu lekat dalam ingatan
Andai ku bisa terbang malam ini ke dalam mimpimu
Embun...
Jiwa ini selalu menunggu bait-bait kasihmu
Indah melantunkan nada-nada rindu
Warnai dan sejukkan jiwaku
Angan dan khayalan merasukiku
Embun...
Jangan berhenti memujaku
Ikatan kasih ini terpisahkan
Walaupun takut ada luka
Aku takut tenggelam dalam pusaran rahsa
Embun...
Jelas tergambar kegelisahan
Ingkar kerinduan tepiskan kerapuhan
Walau tak sanggup menahan arusnya
Akhirnya kita hanyut dan terbuai
Embun...
Jika saja kau tahu
Ingin ku bingkai kisah kita dengan keindahan
Warnai harimu selalu dengan senyuman
Akhiri semuanya dengan kebahagiaan
Lila Saraswaty
Cibubur 28 Juli 2015
Embun...
Jauh di sini aku selalu merindukan
Indah pesonamu menggugat rinduku
Wajahmu lekat dalam ingatan
Andai ku bisa terbang malam ini ke dalam mimpimu
Embun...
Jiwa ini selalu menunggu bait-bait kasihmu
Indah melantunkan nada-nada rindu
Warnai dan sejukkan jiwaku
Angan dan khayalan merasukiku
Embun...
Jangan berhenti memujaku
Ikatan kasih ini terpisahkan
Walaupun takut ada luka
Aku takut tenggelam dalam pusaran rahsa
Embun...
Jelas tergambar kegelisahan
Ingkar kerinduan tepiskan kerapuhan
Walau tak sanggup menahan arusnya
Akhirnya kita hanyut dan terbuai
Embun...
Jika saja kau tahu
Ingin ku bingkai kisah kita dengan keindahan
Warnai harimu selalu dengan senyuman
Akhiri semuanya dengan kebahagiaan
Lila Saraswaty
Cibubur 28 Juli 2015
Semesta Merindukan Matahari
Semesta kian gelisah untuk rasakan lagi hangat mataharinya;
Semesta kian merindukan lagi kemilau sinar mataharinya.
Masalahnya hanya satu.
Justifikasi itu mendekati benar.
Lalu, bagaimana lagi aku bisa tetap percaya?
Matahari
Aku nanar dan mulai terbakar.
Merasakan perih terikmu.
Eksplosif!
Rindunya padamu memicu sumbu pengingkaran
Sebuah ledakan besar membumihanguskan warasku
Semesta
Lelah hati ini
Tersudutku ke tepi
Menepuk rapuh, membukitkan luka
"Lalu telah sampai di mana kita?"
Sampai di sini saja
Lelah ini mulai memanen luka
Saatnya ku sadar kau tak pernah ada di sini.
Tubuh fatamorgana yang ku dekap, sisanya kosong yang menyekat tatap
Kau tahu posisi ku sekarang?
Aku terjepit di antara pengingkaran dan realitas perasaan.
Berpaling, tertahan
Berlari, tertatihku
Bertubi-tubi ragu menamparku
Sesak tak terperi,
Menghunus pilu
Akan ku simpan aroma luka ini dalam wadah yang ku tutup rapat-rapat.
Biarlah jadi luka sunyi dan kunikmati keheningannya sampai hilang tak bersisa.
Dalam pekat, berkaca dari cermin buram.
Mencari lusuhnya bayangan diri yang membentur dinding batu.
Hilang, entah.
Lila Saraswaty
Cibubur, 19 Desember 2015
Semesta kian gelisah untuk rasakan lagi hangat mataharinya;
Semesta kian merindukan lagi kemilau sinar mataharinya.
Masalahnya hanya satu.
Justifikasi itu mendekati benar.
Lalu, bagaimana lagi aku bisa tetap percaya?
Matahari
Aku nanar dan mulai terbakar.
Merasakan perih terikmu.
Eksplosif!
Rindunya padamu memicu sumbu pengingkaran
Sebuah ledakan besar membumihanguskan warasku
Semesta
Lelah hati ini
Tersudutku ke tepi
Menepuk rapuh, membukitkan luka
"Lalu telah sampai di mana kita?"
Sampai di sini saja
Lelah ini mulai memanen luka
Saatnya ku sadar kau tak pernah ada di sini.
Tubuh fatamorgana yang ku dekap, sisanya kosong yang menyekat tatap
Kau tahu posisi ku sekarang?
Aku terjepit di antara pengingkaran dan realitas perasaan.
Berpaling, tertahan
Berlari, tertatihku
Bertubi-tubi ragu menamparku
Sesak tak terperi,
Menghunus pilu
Akan ku simpan aroma luka ini dalam wadah yang ku tutup rapat-rapat.
Biarlah jadi luka sunyi dan kunikmati keheningannya sampai hilang tak bersisa.
Dalam pekat, berkaca dari cermin buram.
Mencari lusuhnya bayangan diri yang membentur dinding batu.
Hilang, entah.
Lila Saraswaty
Cibubur, 19 Desember 2015
C.I.N.T.A.
Cinta...
Cinta bisa membuat orang buta. Tak peduli seperti apa orang yang kita cintai ketika hati telah memilihnya maka tak perlu mencari jawaban atas pertanyaan "mengapa?".
Cinta...
Cinta bukan ilmu matematika atau fisika yang dapat dihitung dengan akal dan logika. Tidak ada rumus pasti yang dapat menghitung kedalaman cinta.
Dan...Cinta
Cinta tak harus memiliki. Terkadang kita harus melepaskan cinta tersebut. Karena cinta sejati selalu ingin membahagiakan orang yang dicintai.
Membacamu Dalam Jarak
Membacamu
Ini yang sedang aku lakukan
perlahan-lahan menerjemahkan
Kata demi kata
Kalimat yang tersaji begitu memesona
Larik-lariknya melesapkan pikiran
Iramanya membujuk anganan
Menyelamimu
Ini yang sedang aku lakukan
Meraba setiap inci kisahmu
Menyentuh bahagia dan sedihmu
Mencecap manis pahit hidupmu
Merasakan napasmu dari kejauhan
Lalu...aku hirup dalam-dalam
Masih....
Meski dalam jarak
Kuberbaca setiap gerak hatimu
Tak jenuh; entah sampai kapan
Karena membacamu
Meniadakan kata bosan itu
Lila Saraswaty
Cibubur, 3 Desember 2017
Subscribe to:
Posts (Atom)
Kehidupan… Kehidupan berdetak saat mentari bersinar kemilau Saat tirai malam berganti tirai langit biru Dan sayap-sayap mimpi men...